Aku sadar, aku tak bisa terus-terusan menjauh darinya. Kita
kembali seperti saat awal dulu. Ya, kemana-mana berdua, berkirim pesan singkat
setiap hari, saling menyemangati satu sama lain. Kenyamanan seperti ini lah
yang selalu kurindukan. Namun tak jarang kita berdebat mengenai hal yang sama
mengenai hubungan kita dan kekasihnya. Dia selalu mencoba menyakinkanku, bahwa
dia benar menyayangiku. Namun, dia tak
bisa memutuskan kekasihnya itu. Aku mencoba bertahan pada hubungan yang absrud
ini. Dia memintaku berjanji agar tak akan mengulangi tuk mencoba menjauh
darinya. Dan bodohnya, aku mengiyakan hal itu.
**
Sudah empat hari ini dia tak mengabariku, aku hanya bisa
menunggu. Karena aku benar ingin tak mau memulai lebih dahulu. Aku bertahan
pada kegengsianku yang semakin lama semakin menyakitiku. Pada suatu saat
seorang temanku memberitahuku, bahwa Denar seringkali membonceng gadis yang
tinggi semampai. Aku tak mempercainya, pertanyaan baru timbul dalam benakku.
Apakah dia kekasih Denar yang berasal dari Jakarta? Apakah mungkin, Ia ingin
menghabiskan liburannya disini? Begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam
pikiranku, hingga membuatku pusing. Semakin banyak pula yang mengatakan hal
sama terhadapku, bahwa Denar sedang bersama dengan seorang gadis lain selian aku.
Ah, aku ini siapa? Aku hanya temannya bukan? Aku tak berhak mencemburinya.
Hingga suatu saat, dia tiba-tiba mengirimiku pesan singkat
yang isinya dia sedang sakit demam sekarang, dia juga menyuruhku untuk pergi ke
kosannya. Aku mengiyakan dan segera bergegas untuk membeli beberapa makanan
untuknya. Sesampainya disana, kudapati dia sedang tertidur, suhu badannya cukup
tinggi. Tak ada makanan yang kutemui dikosannya. Aku bergegas ke dapur untuk
memasakkan bubur ayam favoritnya. Setelah makanan siap, kubangunkan Ia
perlahan. Alangkah senangnya aku bisa sedekat ini lagi dengannya, kerinduanku
seakan mulai terjawab. Sendok demi sendok Ia habiskan. Suhu badannya pun mulai
stabil.
Lagi-lagi kami kembali akrab, rasa tak ingin jauh darinya
inilah penyebabnya. Hubungan kami semakin absurd, semakin dibuatku nyaman,
semakin dibuatnya tak mau kehilangan. Cinta? Ya, cinta. Mungkinkah? Ketololanku
yang mau menerima saat dia butuh dan ditinggalnya saat dia tak butuh.
**
Hal itu terjadi lagi, Denar kembali menghilang dan tak
mengabariku untuk beberapa saat. Laporan-laporan tentang dia yang sedang
bersama gadis lain pun mulai sering terdengar. Andai saja aku bisa melihatnya
dengan mata kepalaku sendiri, pasti lebih mudah untukku agar memutuskan tuk
meninggalkannya.
Aku berada di puncak kelelahan dalam penantian. Aku
benar-benar sudah tak sanggup tuk memperjuangkan ini sendirian. Sudah lama aku
bertahan dalam pengabaian. Sekarang saatnya aku melepaskan dengan keperihan.
Berjuang sebisaku untuk hidup tanpanya, aku yakin aku bisa!
Beberapa hari telah kujalani, aku sudah mulai nyaman dengan
keadaan yang kuciptakan sendiri. Tiba-tiba Dia kembali datang, menanyai kabarku
lewat pesan singkatnya, menelfonku berkali-kali, mencari-cariku lewat
teman-temanku. Menghindar, inilah jurusku. Aku tak mau terpuruk dalam ketololan
saat aku bersamanya. Berulang kali dia menanyakan janjiku, janji agar tak
menjauh darinya. Sedangkan dia sering mengabaikanku, tak melihat sampai mana
perjuangkanku. Tekadku sudah bulat tuk tak kembali padanya. Aku yakin suatu
saat akan ada seorang yang memperjuangkanku seperti aku memperjuankan Denar.
Aku menantinya, menanti laki-laki yang mau berjuang dan berkorban banyak untukku.
Selesai!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar