Semua berjalan begitu saja, hingga ada rasa tuk ingin
milikinya. Sudah sebulan lebih kita bersama, kemana-mana selalu berdua. Sampai
aku tak sadar, aku tak memiliki teman kecuali dia. Banyak yang menduga bahwa
kita adalah sepasang kekasih. Sebenarnya itu harapku. Tapi, itu hanya
harapanku. Entah dia.
Suatu saat aku bertanya tentang akun jejaring sosial yang Ia
punya, pertanyaan ini terlempar dari pesan singkat yang aku kirimkan beberapa
menit yang lalu. Tak lama kemudian dia membalas pesan tersebut. Setelah kau
mendapat nama akun twitternya, aku langsung menekan tombol search, lalu
stalking tentang apa yang Ia tulis di dalam akunnya. Ternyata, dia bukan sosok
yang terlalu aktif di sosial media, berbeda dengan aku. Ya maklum saja, seorang
wanita yang rajin berkicau di sosial medianya tak hanya aku saja. Setelah aku
mengodol-odol isi twitternya, ada salah satu tweet yang membuatku tercengang.
“Selamat pagi @..... , semangat untuk hari ini {}” begitu isi tweet yang
membuatku bertanya-tanya. Tweet itu dikirim sekitar sebulan yang lalu, pada
saat itu aku sudah dekat dengannya. Lalu aku melihat isi bio miliknya, terdapat
initial nama seorang wanita. Bisa bayangkan betapa hancurnya hatiku saat itu.
Aku menahan air mataku, aku bukan wanita yang rapuh. Kuberanikan diri untuk
bertanya padanya siapa yang ada di bionya keesokan pagi saat kami bertemu di
kantin kampus, tempat favorit kami.
**
“Boleh aku bertanya sesuatu?”
“Ya, tanya apa? Wajahnya serius banget sih.” Candanya sambil
mencubit pipiku.
“Dia siapa? Initial di bio twittermu? Kekasihmu kah?”
tanyaku dengan mata yang menelisik
Wajahnya yang semula ceria, seketika menjadi datar. Ada
sesuatu yang tak ingin dia bicarakan, entah dia marah dengan pertanyaanku.
“Dia, ya, dia kekasihku. Kenapa?”
Hatiku serasa dihujam beberapa batu, sesak tak terkira
rasanya. Aku mencoba menahannya, sebisaku untuk tak keluarkan air mata.”
“Hei?” gertaknya
“Iya? Kenapa gak pernah cerita sih kalo punya pacar?
Barangkali kamu ingin mengenalkannya padaku?” nadaku dengan candaan sebisaku.
“Dia teman SMAku sewatu dulu, sekarang dia berada di salah
satu Sekolah Tinggi di Jakarta” jawabnya
“Oh.”
“Kok Cuma oh? Lain kali kalau ada waktu akan kukenalkan kamu
dengannya.”
“Iyadeh. Aku ke toilet dulu ya?” sambil melangkah beranjak
pergi.
“Perlu diantar lagi?” guraunya sambil menjulurkan sedikit
lidahnya.
“Tak perlu, aku sudah tau jalannya.”
Langkahku semakin cepat, aku ingin segera sampai di toilet.
Kudapati toilet sepi waktu itu, aku menangis sungguh hebatnya. Hingga ada teman
satu kelasku yang mencoba menggedor pintu, menanyakan keadaanku. Dia
mengkhawatirkanku. Aku segera membuka pintu toilet tersebut, menghampiri
temanku tersebut. Segera kurangkul tubuhnya, dengan tangisan yang semakin
menjadi. Aku tak seberapa akrab dengan Sisil, ya namanya Sisil. Seseorang yang
sekarang ini sedang kupeluk erat.
Semenjak itu aku dan Sisil menjalin pertemanan yang begitu
dekat. Aku mencoba menghindar dari Denar sebisaku. Mencari kesibukan agar aku
sedikit melupakan kekecewaan dan kesedihanku pasca kejadian tersebut.